Rabu, 12 September 2012

Mengapakah cinta masih dipertanyakan ?


Mengapakah cinta masih dipertanyakan ?. 
Manakah Cinta yang benar. Dan kepada siapakah cinta sejati kita mesti arahkan ?. 
Haruskah kita manusia berputar-putar kepada cinta semu ?. 
Bagiamanakah cinta ketika menyusup dalam klabu ?. 
Bagaimanakah kesudahan rahsanya. 
Siapakah yang mampu menjadi penikmat cinta. Menjadi Pecinta Sejati ?.
Yang terpenting adalah bagaimana kesudahan rahsa dalam jiwanya. 

Bagamanakah rahsanya diantara keduanya itu. 
Apakah ketenangan ataukah kegelisahan yang terus melebar sebagai efeknya. 
Ataukah range diantara itu. Karena sebab (ketika) dia menganggap bahwacintanya itu suatu yang benar. 
Maka (saat itu) dia dalam keadaan terhijab. hanya sensasi rahsa nya saja yang dapat kita amati. Sensasi tersebut mampu menjelaskan, apakah kita benar dalam penyembahan ataukah salah. 
Sulit sekali merangkai kata, 

Bagaimanakah menjelaskan keadaan ini?. Menjadi problematika dari jaman dahulu hingga kini. Namun sekali lagi, sungguh hasilnya akan dapat dirahsakan oleh jiwa kita bagaimana itu. Dan jiwa kita sendiri akan mampu mengenalinya,
Perbedaan diantara keduanya itu, karena sangat berbeda sekali sensasi rahsanya.

Sebagaimana ketika kita mencintai pekerjaan, kita ber alibi bahwa pekerjaan adalah sebagai bentuk ibadah kita kepada Allah,
kita kemudian tak sadar mencintainya sebagaimana mencintai Allah. 
Namun benarkah dalam bekerja niat kita ibadah ?. 
Nyatanya hanyalah kita yang tahu, dan kita juga akan mengetahui bagaimana kesudahannya, jikalau kita nyatanya tidak lurus kepada-Nya..

(Maka bagaimanakah rahsanya ?). Orang yang mengerti dan pernah mengalaminya pasti tahu bagaimana rahsanya. Ya..mereka mengerti, karena hasilnya adalah rahsa ketidak tenangan yang semakin lama semakin memuncak. 
Ketika dia menggantungkan dirinya kepada selain Allah, 
Hekekatnya dia sedang memintal kegelisahannya sendiri, sebagaimana laba-laba yang sedang membuat rumah, semakin membesar dan semakin membesar. 

Itulah kesudahanya.

Itulah kepastiannya.

Masih banyak perumpamaan lainnya, orang yang mencintai ilmu, mencintai hartanya, karyanya, dan lain sebagainya, 
ketika mereka mencintai semua itu, pasti mereka akan dapat membenarkan perumpamaan tersebut 
(QS; Al Ankabut ; 41).

Ketika masa sudah berlalu, mereka akan mengerti juga. 
Apakah manusia mau menunggu saat itu ?.
Masih adakah yang dipertanyakan ?
Cinta yang tak usai, 
cinta yang tak pernah tahu dari mana asal dan muaranya, 
menjadi kesulitan manusia menetapi. Cinta kembali diusik, dipertanyakan, di nafikan, dijauhi, dinista di hina. 
Namun cinta tetaplah cinta. 
Cinta adalah sebuah rahsa, hanya manusia yang mampu mengenal rahsa ini. 
Bukankah cinta patut kita syukuri.
Namun kebalikannya, ketika cinta manusia ditujukan hanya kepada selain-NYA, 
wanita misalnya , maka bersiaplah untuk diamuk rahsa kecewa, 
ketika cintanya tidak seperti yang diharapkan angannya, 
ketika cinta malahan kemudian telah menyakitinya.
Sungguh, manusia kemudian hanya akan menghiba, jiwa diliputi nestapa dan lara, merana tak berkesudahan, jiwa dan raga diamuk rasa dendam rindu dan sakit hati, bahkan memuncak menjadi benci. Sudah kejadiannya begitu, jika rahsa tersakiti, dada menjadi seakan-akan hendak meledak . 
Aliran energy dalam system ketubuhannya akan terbolak-balik, mempengaruhi system hormonal ketubuhannya, mengacaukan system ketahanan tubuhnya, kemudian akan mengacaukan seluruh indranya. Hingga remuk redam raganya, rahsanya seperti ingin mati saja.

Bagaimana tidak, segala macam rahsa teramu dalam jiwa, mengharu biru, menutup akal dan logika, dan selanjutnya hilang lenyap sudah harga diri. 
Maka bersiap sajalah ketika manusia salah mencintai, yaitu mencintai kepada selain Allah, (harta, tahta, wanita) bersiaplah diamuk rahsa, yang akan membunuh dirinya. 
Itulah kesudahannya dan menjadi kepastian bagi manusia . 
Raga tak mampu menerima, akhirnya muncullah penyakit-penyakit degeneranitif lainnya.

Begitulah kerinduan akan mencinta dan dicinta, ketika manusia mencintai kepada selain Allah, hekaketnya dia sedang memintal bara dendam rindu yang semakin lama semakin menggelora, menyiksa jiwa dan raganya, tinggal menunggu saatnya saja, 
sebagaimana perumpamaan laba-laba yang sedang memintal rumahnya. 

Begitu rapuhnya kontruksi rumah laba-laba, jika kita mengetahuinya.
Maka ketika umur sudah mulai merenta, dan uban mulai nampak di kepala, bukankah saatnya sudah tidak ada pilihan bagi kita ?. Lantas kemudian mau kita arahkan kemana lagi cinta kita ini, jikalau bukan kepada-Nya. (Ataukah kita tetap tidak mau melepas cinta kepada harta, tahta dan wanita ?). 

Masihkah itu kita pertanyakan lagi ?!?. 

Semoga saja ada (mereka) yang mengerti.
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, cinta-Mu dan cinta orang-orang yang Engkau cintai “.