Mengapakah
cinta masih dipertanyakan ?.
Manakah Cinta yang benar. Dan kepada siapakah
cinta sejati kita mesti arahkan ?.
Haruskah kita manusia berputar-putar kepada
cinta semu ?.
Bagiamanakah cinta ketika menyusup dalam klabu ?.
Bagaimanakah
kesudahan rahsanya.
Siapakah yang mampu menjadi penikmat cinta. Menjadi Pecinta
Sejati ?.
Yang terpenting adalah bagaimana kesudahan rahsa
dalam jiwanya.
Bagai manakah rahsanya diantara
keduanya itu.
Apakah ketenangan ataukah kegelisahan yang terus melebar sebagai
efeknya.
Ataukah range diantara itu. Karena sebab (ketika) dia menganggap
bahwacintanya itu suatu yang benar.
Maka (saat itu) dia dalam keadaan terhijab. hanya sensasi rahsa nya saja yang dapat kita amati. Sensasi tersebut mampu
menjelaskan, apakah kita benar dalam penyembahan ataukah salah.
Sulit
sekali merangkai kata,
Bagaimanakah menjelaskan keadaan ini?. Menjadi
problematika dari jaman dahulu hingga kini. Namun sekali lagi, sungguh hasilnya
akan dapat dirahsakan oleh jiwa kita bagaimana itu. Dan jiwa kita sendiri akan
mampu mengenalinya,
Perbedaan diantara keduanya itu, karena sangat berbeda
sekali sensasi rahsanya.
kita kemudian tak sadar
mencintainya sebagaimana mencintai Allah.
Namun benarkah dalam bekerja niat
kita ibadah ?.
Nyatanya hanyalah kita yang tahu, dan kita juga akan mengetahui
bagaimana kesudahannya, jikalau kita nyatanya tidak lurus kepada-Nya..
(Maka
bagaimanakah rahsanya ?). Orang yang mengerti dan pernah mengalaminya pasti
tahu bagaimana rahsanya. Ya..mereka mengerti, karena hasilnya adalah rahsa
ketidak tenangan yang semakin lama semakin memuncak.
Ketika dia menggantungkan
dirinya kepada selain Allah,
Hekekatnya dia sedang memintal kegelisahannya
sendiri, sebagaimana laba-laba yang sedang membuat rumah, semakin membesar dan
semakin membesar.
Itulah kesudahanya.
Itulah kepastiannya.
Masih banyak perumpamaan lainnya, orang yang mencintai ilmu, mencintai hartanya, karyanya, dan lain sebagainya,
ketika mereka mencintai semua itu,
pasti mereka akan dapat membenarkan perumpamaan tersebut
(QS; Al Ankabut ; 41).
Ketika masa sudah berlalu, mereka akan mengerti juga.
Apakah manusia mau
menunggu saat itu ?.
Masih adakah yang dipertanyakan ?
Cinta yang tak usai,
Masih adakah yang dipertanyakan ?
Cinta yang tak usai,
cinta yang tak pernah tahu dari mana asal dan muaranya,
menjadi kesulitan manusia menetapi. Cinta kembali diusik, dipertanyakan, di
nafikan, dijauhi, dinista di hina.
Namun cinta tetaplah cinta.
Cinta
adalah sebuah rahsa, hanya manusia yang mampu mengenal rahsa ini.
Bukankah cinta
patut kita syukuri.
Namun kebalikannya, ketika cinta manusia ditujukan hanya kepada selain-NYA,
Namun kebalikannya, ketika cinta manusia ditujukan hanya kepada selain-NYA,
wanita misalnya , maka bersiaplah untuk diamuk rahsa kecewa,
ketika cintanya
tidak seperti yang diharapkan angannya,
ketika cinta malahan kemudian telah
menyakitinya.
Sungguh, manusia kemudian hanya akan menghiba, jiwa diliputi nestapa dan lara, merana tak berkesudahan, jiwa dan raga diamuk rasa dendam rindu dan sakit hati, bahkan memuncak menjadi benci. Sudah kejadiannya begitu, jika rahsa tersakiti, dada menjadi seakan-akan hendak meledak .
Sungguh, manusia kemudian hanya akan menghiba, jiwa diliputi nestapa dan lara, merana tak berkesudahan, jiwa dan raga diamuk rasa dendam rindu dan sakit hati, bahkan memuncak menjadi benci. Sudah kejadiannya begitu, jika rahsa tersakiti, dada menjadi seakan-akan hendak meledak .
Aliran energy dalam system
ketubuhannya akan terbolak-balik, mempengaruhi system hormonal ketubuhannya,
mengacaukan system ketahanan tubuhnya, kemudian akan mengacaukan seluruh
indranya. Hingga remuk redam raganya, rahsanya seperti ingin mati saja.
Bagaimana tidak, segala macam rahsa teramu dalam jiwa, mengharu biru, menutup
akal dan logika, dan selanjutnya hilang lenyap sudah harga diri.
Maka bersiap
sajalah ketika manusia salah mencintai, yaitu mencintai kepada selain Allah,
(harta, tahta, wanita) bersiaplah diamuk rahsa, yang akan membunuh dirinya.
Itulah kesudahannya dan menjadi kepastian bagi manusia .
Raga tak mampu
menerima, akhirnya muncullah penyakit-penyakit degeneranitif lainnya.
Begitulah kerinduan akan mencinta dan dicinta, ketika manusia mencintai kepada selain Allah, hekaketnya dia sedang memintal bara dendam rindu yang semakin lama semakin menggelora, menyiksa jiwa dan raganya, tinggal menunggu saatnya saja,
sebagaimana perumpamaan laba-laba yang sedang memintal rumahnya.
Begitu
rapuhnya kontruksi rumah laba-laba, jika kita mengetahuinya.
Maka ketika umur sudah mulai merenta, dan uban mulai nampak di kepala, bukankah saatnya sudah tidak ada pilihan bagi kita ?. Lantas kemudian mau kita arahkan kemana lagi cinta kita ini, jikalau bukan kepada-Nya. (Ataukah kita tetap tidak mau melepas cinta kepada harta, tahta dan wanita ?).
Maka ketika umur sudah mulai merenta, dan uban mulai nampak di kepala, bukankah saatnya sudah tidak ada pilihan bagi kita ?. Lantas kemudian mau kita arahkan kemana lagi cinta kita ini, jikalau bukan kepada-Nya. (Ataukah kita tetap tidak mau melepas cinta kepada harta, tahta dan wanita ?).
Masihkah itu kita
pertanyakan lagi ?!?.
Semoga saja ada (mereka) yang mengerti.
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, cinta-Mu dan cinta orang-orang yang Engkau cintai “.
“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu, cinta-Mu dan cinta orang-orang yang Engkau cintai “.